Sabtu, 21 Mei 2011

TINJAUAN PULPA GIGI: FUNGSI DAN RESPON TERHADAP LUKA (RADANG)


TINJAUAN PULPA GIGI:
FUNGSI DAN RESPON TERHADAP LUKA (RADANG)


ABSTRAK
Pulpa gigi merupakan jaringan yang unik, peranannya dalam prognosis gigi jangka panjang seringkali tidak diperhatikan oleh dokter gigi. Keunikannya adalah karena pulpa gigi berada di ruang/ didalan jaringan keras yang memberikan dukungan mekanik yang kuat dan perlindungan dari lingkungan mulut yang kaya akan mikroba. Jika jaringan keras ini kehilangan kesatuan strukturnya, maka pulpa mendapat ancaman stimulus yang berbahaya dari mulut, seperti karies, retak, patah, dan margin restorasi yang terbuka. Semua ini memberikan jalan bagi mikroorganisme dan toksinnya untuk masuk ke pulpa. Pada mulanya pulpa akan merespon terhadap iritasi dengan menjadi oedema/inflamasi, jika tidak segera dirawat maka akan berkembang menjadi nekrosis pulpa dan infeksi. Inflamasi ini juga akan menyebar ke tulang alveolar disekitarnya dan mengakibatkan kelainan periapikal. Masalah terkait pulpa yang semakin membesar tidak boleh dianggap remeh  karena konsekuensinya yang paling serius adalah sepsis mulut, yang dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu diagnosis dan manajemen yang tepat sangat penting. Dokter gigi harus memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai sifat-sifat fisiologis dan pathologis pulpa gigi dan juga konsekuensi biologis dari intervensi perawatan.

Kata kunci: Pulpa gigi, penyakit pulpa, inflamasi, nekrosis.
Abreviasi dan akronim = CGRP: calcitonin generelated peptide; IL= interleukin; PBF = pulp blood flow; SP = subtance P; TTXr tetrodotoxin-resistant; TTXs = tetrodotoxin-sensitive.






PENDAHULUAN

Pulpa gigi berada dalam jaringan keras yang meliputi dentin, enamel, sementum, dan memberikan dukungan mekanis yang kuat serta perlindungan dari lingkungan mulut yang kaya akan mikroba. Meskipun demikian, jika pelindung yang keras ini kehilangan keutuhan strukturalnya, maka pulpa akan berada dalam ancaman stimulus yang berbahaya dari mulut. Karies, retak, patah dan margin restorasi yang terbuka memberikan jalur untuk mikroorganisme dan toksinnya masuk ke pulpa. Respon dari pulpa terhadap iritasai adalah inflamasi dan jika tidak dirawat maka akhirnya akan berkembang menjadi nekrosis pupla. Inflamasi dapat menyebar ke tulang alveolar disekitarnya serta mengakibatkan pathosis periapical. Masalah terkait pulpa yang semakin membesar tidak boleh dianggap remeh. Konsekuensi yang paling serius dari penyakit pulpa adalah sepsis mulut yang dapat mengakibatkan kematian. Jika infeksi menyebar dari gigi maksila, maka dapat mengakibatkan sinusitis bernanah, meningitis, abscess otak, cellulitis orbilat dan cavernous sinus thrombosis, sedangkan infeksi dari gigi mandibular dapat mengakibatkan angina Ludwig, abscess parapharingeal, mediastinitis, pericarditis, emfisema, dan thrombophebitis jugular. Selain itu, jumlah gigi yang dicabut mengakibatkan kerusakan gigi geligi, malnutrisi, dan masalah emosional yang munkin terjadi.
            Sakit gigi merupakan keluhan umum di klinik dokter gigi, dan dianosis penyakit pulpa biasanya sulit dilakukan karena gejala yang tidak jelas dan kesulitan mengakses pulpa untuk uji klinis. Kondisi ini makin dipersulit oleh sakit gigi yang berasal dari jaringan selain pulpa. Diagnosis yang tidak tepat dapat mengarah pada perawatan yang kurang layak sehingga berakibat menyulitkan pasien dan membingunkan dokter giginya. Pemahaman histofisiologi terhadap pulpa yang sehat dan kemungkinan proses pathologi yang mendasari pulpa yang sakit , penilaian seksama terhadap riwayat nyeri, dan pemeriksaan klinis yang layak serta uji diagnosis dapat membantu dokter gigi dalam mencapai diagnosis yang akurat dan hasil perawatan yang posistif.
           
Pulpa gigi dan sifatnya
            Pulpa gigi berasal dari sel crest neural (ectomesenchyme). Proliferasi dan kondensasi sel-sel ini mengarah pada pembentukan papilla gigi dari tempat dimana pulpa yang matang berasal. Pulpa yang matang menyerupai jaringan konektif, dengan lapisan sel yang sangat khusus, odontoblas, bersama dengan perifernya. Bungkus fisik  pupla gigi, inervasi saraf sensor yang sering terjadi, serta komponen yang kaya mikrosirkulatori membuat pupla gigi menjadi jaringan yang unik. Pengetahuan mengenai fungsi pupla yang normal, komponen-komponennya serta interaksinya sangat diperlukan untuk memberikan kerangaka guna memahami perubahan yang terjadi dalam pulpa yang terkena penyakit.

Fungsi pulpa gigi
            Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah apakah pulpa gigi penting/diperlukan dalam gigi yang terbentuk secara utuh. Orang dapat berpendapat bahwa gigi dapat terus berfungsi normal setelah pulpa dicabut dan diganti dengan tambalan root canal. Dalam situasi seperti ini, sirkulasi dari ligamen periodontal dan jaringan disekitarnya akan mendukung pulpless atau gigi yang dirawat secara endodontik.
            Penelitian saat ini mengenai invasi bakteri ke tubuli dentinal pada gigi manusia dengan atau tanpa pulpa yang sehat telah menunjukkan  bahwa gigi dengan pulpa lebih tahan terhadap invasi bakteri ke tubuli dibandingkan dengan gigi dengan tambalan root canal. Nantinya, bakteri dapat masuk ke gigi dan mencapai sistem root canal dalam periode waktu yang relatif singkat. Oleh karena itu, pulpa memainkan peranan penting dalam proses pertahanan. Pada gigi dengan pulpa, tubuli dentinal dikuasai oleh cairan dentinal dan proses odontoblastik, yang dapat berfungsi bersamaan sebagai hidrogel muatan positif. Hidrogel dapat menangkap sejumlah bakteri yang masuk ke pulpa. Aliran keluar dari cairan dentinal penting dalam pertahanan pulpa terhadap masuknya substansi berbahaya karena dapat mempengaruhi tingkat pengaliran substansi toksik dari mulut ke tubuli dentinal. Selain itu, antibodi atau agen antimikrobial lainnya mungkin terdapat dalam cairan dentinal sehubungan dengan infeksi bakteri dentin. Kemungkinan pembentukan kompleksitas imun dan munculnya protein plasma berat molekular, seperti fibrinogen, dalam cairan dentinal dapat mengurangi radius fungsional dari tubuli dentinal dan oleh karena itu dapat mengurangi permeabilitas dentin.
            Sel khusus pulpa, yaitu odontoblas dan mungkin sen mesenchymal yang tidak berbeda (yang dapat membedakan ke sel pembentuk-dentin jika distimulasi), menahan kemampuan untuk membentuk dentin disepanjang kehidupan. Kondisi ini memungkinkan pulpa yang sehat untuk mengganti secara sebagian hilangnya enamel atau dentin yang disebabkan oleh karies gigi atau keauasan gigi melalui pembentukan penghalang jaringan keras yang mengisolasi irritan dari jaringan pulpa yang masih ada. Dentin sekunder disimpan secara circumferential pada tingkat yang sangat lambat disepanjang kehidupan gigi yang normal. Odontoblas mensekresi matriks dentinal dan mundur ke pusat pulpa. Odontoblas menjadi penuh  dan arahnya dapat diubah. Dengan demikian dentin menghasilkan “wavier” dan mengandung tubuli yang lebih sedikit. Odontoblas juga dapat membentuk dentin sklerotik, dentin reaktionari, dan dentin reparatif sehubungan dengan stimuli yang berbahaya, seperti caries atau prosedur operatif. Dalam dentin sklerotik, tubuli dentin menjadi terisi sebagian atau keseluruhan dengan simpanan mineral yang mengandung hidroksiapatite dan kristal whitlockite, sehingga mengakibatkan penurunan permeabilitas dentin. Meskipun demikian, agar terjadi sklerosis, proses odontoblas yang sehat harus berlangsung dalam tubuli. Dalam dentin reaktionari, tubuli bersama dengan dentin primer terus ke bawah hingga odontoblas. Dentin reparatif terjadi pada permukaan pulpa dentin primer atau sekunder dan akan terlokal di area iritasi. Dentin ini membentuk secara proposional dengan jumlah dentin primer yang hancur. Tingkatnya berbanding terbalik dengan tingkat serangan karies, yaitu semakin banyak dentin yang dibentuk terhadap lesi karies yang perkembangannya lambat. Tubuli dalam dentin reparatif tidak beraturan atau sering absen, sehingga membuatnya lebih tidak permeabel terhadap stimuli eksternal. Sel-sel yang membentuk dentin reparatif dianggap bukan odontonblas primer tetapi berasal dari sel yang lebih dalam di pulpa seperti fibroplas dalam zona yang kaya sel, sel endothelial atau pericyte vaskulatur darah yang dibedakan terhadap stimulasi oleh faktor-β perkembangan jaringan. Dentin reparatif, terutama di zona perbatasan antara dentin primer dengan sekunder mempunyai permeabilitas rendah dan dapat menghalangi ingress irritan terhadap pulpa.
            Pulpa dilengkapi dengan komponen selular yang dibutuhkan untuk pengenalan awal dan proses antigen selanjutnya,  maka dari itu dapat memunculkan reaksi pertahanan imun. Sel imun utama dalam pulpa normal adalah sel T periferal (pembantu/inducer dan cytotoxic/suppressor). Sel utama yang menghasilkan antigen dalam pulpa dental adalah sel dendritik yang umumnya berlokasi di lapisan odontoblastik. Sel ini melakukan uptake, proses dan menghasilkan antigen sebagai antigen HLA-DR di permukaan sel hingga T-limfosit CD4+. Sel penghasil antigen lainnya serupa dengan makrofag dan berlokasi di bagian yang lebih pusat dari pulpa. Pada insisor tikus, antigen Class II mengaktifkan makrofag dan empat kali lebih umum dibandingkan dengan sel dendritik. Perlu diperhatikan bahwa pulpa gigi yang normal sepertinya tidak mempunyai sel-sel B.
            Pulpa juga merupakan organ sensoris. Sensitifitasnya terhadap stimuli panas telah diketahui dengan baik. Dengan mengabaikan sifatnya tehadap stimuli panas, seperti perubahan panas, deformasi mekanik atau trauma, maka pulpa mendaftarkan impuls yang berbeda-beda sebagai sensasi umum, yaitu nyeri. Kemampuan mendaftarkan nyeri semacam ini penting sebagai bagian dari mekanisme pertahanan pulpa. Pasien dengan pulpa yang mengalami inflamasi cenderung mencari perawatan lebih awal sementara lukanya terbatas di dalam gigi, sebaliknya pada mereka yang mempunyai tambalan akar maka sensasi nyerinya tidak akan terasa hingga terjadu kerusakan penting dalam jaringan disekitar akar. Selain itu, fungsi proprioseptif pulpa membatasi muatan yang dibebankan pada gigi oleh otot mastikatori yang kemudian melindungi gigi dari luka.
Odontoblas
Odontoblas merupakan sel yang unik. Sementara tubuh sel dari sel penghasil mineral dekat dengan proses sel dan berada dalam matriks mengapur (calcified), proses sel odontoblas memanjang hingga jarak tertentu ke matriks dentin dan mungkin hingga batas luar dentin dalam beberapa kasus sementara tubuhnya tetap di pulpa, pada batas dalam dentin. Dengan kata lain, proses sel memanjang dari pusat pengendali dan nutrisionalnya. Proses odontoblastik seangat baik dan terjadi dalam tubuli dentinal, yang seperti pipa kapiler dengan diameter lebih kecil dari eritrosit. Mikrotubuli dan mikrofilamen merupakan komponen penting dari proses yang memberikan infrastruktur untuk transportasi dari tubuh sel ke proses sel yang terpencil.
Selain peranannya dalam pembentukan dentin, odontoblas dapat terlibat dalam transduksi sensoris. Adanya sambungan yang sempit, melekat dan renggang dapat menekankan bahwa sel-sel ini berkomunikasi satu dengan lainnya. Dan jika salah satu terpengaruh, maka lainnya juga akan terpengaruh. Sambungan ini terletak di antara dan pada odontoblas dan serabut saraf, mereka memberikan jalur untuk hambatan elektrik yang rendah di antara dan pada odontoblas dan serabut saraf. Efek hidrodinamik penggantian cairan dalam tubuli dentinal atau odontoblas dapat mengaktifkan mekanoreseptor akson saraf sensoris. Odontoblas sendiri mampu melakukan mekanotransduksi melalui saluran ion yang diaktifkan dengan rentangan dalam membran sel. Odontoblas juga terimplikasi dalam pengaturan aliran darah pulpa dan dalam perkembangan inflamasi pulpa. NADPH-diaforase enzim yang terlibat dalam produksi nitric oxide, vasodilator yang kuat, berada dalam odontoblas. Kapasitasnya untuk mensintesis PGI2 mediator inflamatori telah ditunjukkan dan ia dapat merangsang saraf dalam vicinity sehingga mengasilkan hiperalgesia singkat.
Walaupun terdapat banyak informasi mengenai aspek struktural odontoblas, tetapi sedikit yang diketahui mengenai aspek dinamik sel-sel ini, terutama pulpa yang matang. Pembentukan dan pemeliharan dentin melibatkan transportasi aktif ion kalsium, pelopor kolagen atau komponen matriks ekstraselular dari pulpa yang tepat untuk proses yang panjang, yatu aktivitas yang sepertinya membutuhkan energi dan oksigen. Penelitian respiratori in vitro yang menggunakan metode langsung Warburg telah menunjukkan uptake oksigen yang cukup tinggi pada bagian periferal pulpa molar bovine. Kondisi ini mengindikasikan bahwa odontoblas dapat mempunyai metabolisme oksidatif yang  tinggi. Penelitian mengenai sistem kultur in vitro telah menunjukkan bahwa oksigen dalam jumlah besar penting untuk memelihara fungsi odontoblas yang baik. Penggunaan mikro-elektroda sensitif oksigen telah menunjukkan bahwa sel odontoblas memerlukan oskigen dengan jumlah yang relatif besar dalam pulpa insisor tikus in vivo. Rata-rata tingkat konsumsi oksigen odontoblas yang didapatkan dari penelitian tersebut adalah 3,2 mL/O2/min/100g jaringan, sebanding dengan yang terjadi di otak. Selanjutnya, penelitian mikroskop elektron transmisi telah menunjukkan bahwa odontoblas merupakan sel yang paling sensitif terhadap ischaemia. Odontoblas pada tanduk pulpa molar tikus dengan hipoksia yang dipengaruhi secara eksperimental menahan tritiated misonidazole, penanda yang memberi label sel dengan hipoksia.
            Tanda awal dari reaksi pulpa terhadap ganguan (seperti karies gigi) merupakan perubahan morfologis dan penurunan keseluruhan dalam jumlah dan ukuran tubuh sel odontoblas. Ganguan dalam lapisan sel odontoblas yang mendasari terjadi bahkan sebelum adananya perubahan inflamatori di pulpa. Penelitan elektromikroskopik terhadap perubahan ultrastruktural pulpa ischaemik yang dipengaruhi secara eksperimental oleh ekstrasi telah menunjukkan bahwa perubahan selular yang jelas, seperti clumping kromatin, membran nuklar tidak beraturan, dan mitokondria yang bengkak, muncul dalam odontoblas satu jam setelah ekstraksi. Walaupun tidak ada penjelasan terhadap kerentanan odontoblas terhadap gangguan, tetapi dapat dispekulasi bahwa kurangnya oksigen karena gangguan sirkulasi selama inflamasi pulpa dapat menjadi faktor kontribusi yang utama.

Mikrosirkulasi Pulpa
            Kemampuan kembali ke keadaan semula terhadap gangguan berbahaya dan kemampuan pemulihan dari pulpa gigi telah diketahui dengan baik. Karena pulpa relatif tidak dapat dimampatkan, maka volume total darah dalam ruang pulpa tidak dapat tingkatkan secara signifikan. Oleh karena itu, pengaturan aliran darah pulpa yang baik penting dan perubahan dalam mikrosirkulasi pulpa merupakan yang pertama terjadi dalam onset inflamasi pulpa.
            Secara umum, mikrosirkulasi pulpa disulplai melalui arteri maksilari yang merupakan cabang arteri carotid eksternal. Arteri maksilari mengarah ke arteri gigi dan masuk ke gigi melalui arterioles feeding masing2 mikrovaskulatur pulp individu. Pembuluh pulpa tersusun dalam sistem hierarki: arterioles munuju ke atas secara terpusat dan bercabang-cabang untuk membentuk jaringan kapiler pada perifer pulpa dan darah tertarik ke venules di pusat pulpa. Jaringan kapiler memberikan sumber yang kaya nutrisi kepada odontoblas. Vaskularitas pulp merupakan jaringan serupa dengan yang ada pada sebagian besar bagian vaskular otak dan  lidah. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pulpa merupakan jaringan yang sangat vaskular. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa pembuluh pulpa pada monyet imun terhadap artherosklerosis.
            Pulpa gigi mempunyai aliran darah yang relatif tinggi, yaitu diperkirakan 40-50 mk/min/100g jaringan pupl pada gigi dewasa sebagaimana ditentukan melalui teknik mikrosphere radioaktif. Aliran ini relatif tinggi jika dibandingkan dengan yang ada pada jaringan mulut lainnya dan otot skeletal. Banyak pembuluh shunt dalam pulpa gigi juga telah diteliti, walaupun fungsinya masih kurang dipahami. Pembuluh ini dapat berupa anastomoses arteri-vena, anastomoses vena-vena, atau U-turn loop. Pembuluh-pembuluh ini memberikan komunikasi secara langsung antara arterioles dan venules, dan maka dari itu membypass bed kapiler. Shunting terjadi pada apical setengah dari pulpa. Saat tekanan intrapulpal naik selama inflamasi, maka pembuluh shunt ini terbuka untuk mengurangi tekanan intrapulpal sehingga aliran darah normal dapat dijaga.

Sifat khusus pulpa yang berhubungan dengan sirkulasinya
            Pulpa gigi mempunyai kombinasi sifat-sifat yang tidak umum. Hal ini membuat sirkulasinya sedikit unik. Pertama, komplians pulp rendah karena berada pada dinding berkapur yang keras dan mendasari. Peningkatan yang hampir simultan pada tekanan jaringan pulpa telah dicatat sebagai hasil dari vasodilatasi. Karena dilasi kapiler dan transudasi cairan yang meliputi tahap awal inflamasi meningkatkan volume jaringan, seperti pembengkakan pada pulpa dental, maka cenderung mengakibatkan peningkatan tekanan yang menstimulasi saraf pulpa untuk mendaftarkan nyeri. Kedua, pulpa gigi merupakan jaringan konektif yang kokoh dan kuat, sebagian besar terdiri dari bahan semacam gelatin, seperti proteoglikan dan glikoprotein lainnya, dan diperkuat selirihnya oleh serabut kolagen yang menyilang dan tersusun secara tidak beraturan. Substansi dasar yang kuat membatasi tekanan intrapulpal ke bagian iritasi, dan tidak dikirimkan keseluruh ruang pulpa. Perbedaan tekanan yang signifikan telah diteliti pada bagian-bagian yang hanya terpisah 1 hingga 2 mm. Tekanan dari cairan jaringan yang meningkat merobohkan pembuluh darah/vein berdinding tipis dan venules hanya pada area jaringan pulpa yang terpengaruh, sehingga menghasilkan kematian selular lokal. Matriks ekstraselular ber-gelatin juga dapat bertindak sebagai penghalang terhadap penyebaran mikro-organisme dan produk berbahaya. Meskipun demikian, proses inflamatori dan perubahan tekanan intrapulpal yang dihasilkan dapat berkembang secara apical melalui penambahan secara sirkumferensial dari kompartemen ke kompartemen. Saat kesatuan struktural jaringan pulpa hilang karena inflamasi yang parah, maka tekanan jaringan yang menurun dapat menyebar dan menghasilkan tekanan pembuluh darah di apex dan mengakibatkan nekrosis. Ketiga, walaupun pulpa gigi merupakan jaringan yang kaya vaskular, tetapi arteri terminal yang menyuplainya jatuh dalam jarak diameter mikrosirkulatori. Tidak seperti jaringan pada umumnya, sirkulasi pulpa kekurangan suplai darah kolateral murni. Sumber darah yang terbatas ini dapat disimpulkan membatasi suplai darah ke pulpa gigi, sehingga membuatnya kurang mampu mengatasi iritan yang parah dibandingkan dengan jaringan yang disuplai dengan lebih baik. Keempat, karena jembatan/bridge gigi antara lingkungan steril bakteriologis dari tulang rahang dengan lingkungan mulut yang sangat terkontaminasi melalui membran epithelial mulut, maka penyakit di pulpa akan tanpa kecuali mencapai foramen apical hingga daerah sekitar tulang, mengakibatkan masalah lebih lanjut.
            Sebagai konsekuensi dari sifat-sifat ini, tingkat inflamasi pulpa tidak perlu parah untuk dapat menyebabkan kematian pulpa, dan jika tidak dirawat maka perkembangan tulang alveolar disekitarnya juga akan terjadi. Maka dari itu, pengaturan mikrosirkulasi pulpa yang baik sangatlah penting untuk menjaga fungsi pulpa. Fakta bahwa sebagian besar pulpa dapat bertahan selama pemaparan yang sangat lama terhadap berbagai serangan yang berbahaya menekankan adanya mikrosirkulasi yang diatur dengan baik di dalam pulpa.

Fungsi mikrosirkulasi pulpa
            Fungsi utama dari mikrosirkulasi pulpa secara umum dengan semua sirkulasi dalam tubuh adalah untuk menyuplai oksigen dan nutrisi ke sel penyusunnya, dan juga memberikan jalan keluar untuk produk sisa metabolisme dari jaringan. Darah dibawa ke jaringan melalui arterioles pulpa. Oksigen, nutrisi, dan sisa meabolisme bertukar dalam kapilari melalui difusi, dan produk sisa dibuang oleh venule pulpa. Secara umum, tingkat aliran darah ke organ manapun harus cukup tinggi untuk memastikan suplai oksigen dan nutrisi yang memadai. Di sisi lain, tingkat aliran darah yang berlebihan tidak diharapkan karena akan mengarah pada pembuangan energi. Maka dari itu masuk akal bahwa tujuan utama dari aliran darah yang relatif tinggi dalam pulpa adalah untuk melayani sel-sel pulpa, mungkin pada umumnya adalah odontoblas dengan nutrisi penting dalam konsentrasi yang cukup tinggi di bed kapilari.
            Mikrosirkulasi pulpa juga bertindak untuk menjaga tekanan intraluminal dalam vaskulatur pulpa yang selaras dengan tekanan jaringan pulpa. Penelitan yang menggunakan teknik servo-nulling telah menunjukkan bahwa pupla gigi mempunyai tekanan jaringan yang relatif tinggi tetapi lebih rendah dibandingkan dengan tekanan darah di dalam pembuluh. Kumpulan aliran cairan terdapat disepanjang dinding kapilari untuk distribusi cairan ekstraselular. Tekanan filtrasi kapiler net positif mengarah ke kumpulan aliran cairan diluar kapilari ke ruang jaringan ekstraluminal, yang nantinya diseimbangkan oleh kembalinya limphatik yang setara. Oleh karena itu, volume cairan jaringan di pulpa tetap konstan. Tekanan jaringan pulpa yang relatif tinggi menghasilkan aliran cairan keluar di tubuli dentinal yang membantu mengencerkan toksin dan membuang bakteri.
           
Pengendalian aliran darah pulpa
            Ada beberapa ketidaksepahaman mengenai apakah mikrosirkulasi pulpa mampu melaksanakan pengaturan fungsional. Aliran darah pulpa pada hewan yang sedang berada di bawah pengaruh anastesi tergantung pada perubahan tekanan darah sistemik. “Pencurian” perfusi jaringan di daerah sekitar telah diimplikasikan dalam penurunan paradoxical di aliran darah pulpa sebagai tanggapan atas infusi arterial dari vasodilator yang diketahui dengan baik dalam sirkulasi lainnya. “pencurian” suplai darah ke pulpa gigi dianggap terjadi saat vasodilasi jaringan tetangga menurunkan tekanan perfusi pulpa, sehingga menghasilkan penurunan dalam aliran darah ke pulpa. Meskipun demikian, pandangan yang pasif mengenai mikrosirkulasi pulpa telah ditantang  oleh sekumpulan data in vivo: aplikasi penting atau injeksi bolus intra-arterial dekat dari berbagai substansi vasoaktif mengubah aliran darah pulpa sementara tekanan darah sistemik tidak berubah. Aliran darah pulpa pada hewan yang berada di bawah pengaruh anastesi dari beberapa spesimen berada dalam pengaruh impuls saraf lokal yang tidak berhubungan dengan haemodinamis sistemik. Serabut saraf simpatis perivaskular membebaskan neuropeptida Y yang bersifat noradrenalin dan memungkinkan sehingga mengakibatkan penurunan aliran darah pulpa, sementara sarat sensoris membebaskan neuropeptida sehingga mengakibatkan peningkatan aliran darah pulpa. Eksitasi refleks sistem saraf simpatis menyebabkan vasokonstriksi pulpa dan penurunan aliran darah pulpa. Aktivasi refleks akson sensoris menyebabkan vasodilatasi pulpa yang menyebar hingga area yang terstimulasi sebagai akibat dari percabangan akson sensoris. Terminal saraf yang menyerupai kancing ditemukan berhubungan erat dengan otot halus di dinding arterioles dan venules. Ujung-ujung saraf peri-vaskular serabut saraf sebelum-ganglionik adrenergik yang mengandung substansi P atau peptida terkait-gen kalsitonin. Oleh karena itu aliran darah pulpa dianggap berkuasa dalam kendali neural.
            Belakangan ini, keberadaan pengaturan vaskular lokal yang memungkinkan dalam pulpa telah telah diajukan. Dalam sirkulasi yang terbatas penting bagi tone mikrovaskular untuk termodulasi secara lokal guna memenuhi kebutuhan jaringan dan aliran nutrisi. Dengan menggunakan preparasi arteriole pulp yang diisolasi dan dikombinasikan dengan pengukuran in vitro aliran darah pulpa dan tegangan oksigen pulpa, maka telah ditunjukkan bahwa vaskulatur pulpa mampu merespon sejumlah mediator vasoaktif dan mikrosirkulasi pulpa dapat dikedalikan secara lokal oleh faktor-faktor terkait-endothelium, faktor-faktor metabolis (terkait-jaringan), dan juga faktor-faktor humoral (berasal dari darah).
            Penting untuk meneliti mikrosirkulasi pulpa karena “keberaniannya” tetapi sedikit keberhasilan yang dicapai terkait luka di lingkungan terbatas dengan kepatuhan rendah. Penelitian terhadap tegangan oksigen dalam jaringan dan sifat-sifat individu dari pembuluh pulpa  akan membantu memahami mekanisme yang mengarah pada nekrosis di hipoksia dan anoksia yang mengikuti hancurnya pembuluh setelah penyebaran yang progresif  dalam tekanan cairan intersitial yang meningkat. Dua hasil praktek dari pemahaman ini adalah penemuan agen therapeutik dan strategi yang dapat membantu pulpa bertahan, dan pengembangan teknik untuk mengukur aliran darah pulpa secara klinis seperti diagnosis  keberadaan atau perpanjangan inflamasi pulpa yang dapat dilakukan. Kedua hasil ini memungkinkan para dokter untuk mendiagnosis dan merawat penyakit pulpa pada tahap awal.

Saraf pulpa
            Pulpa gigi mengandung saraf sensoris dan autonomik untuk memenuhi fungsi vasomotor dan pertahanan.

Saraf sensoris
            Saraf sensoris yang terlibat dalam perasa nyeri pulpa dan transduksi merupakan cabang dari bagian maksila dan mandibular saraf trigeminal. Cabang yang kecil masuk ke foramina apikal dan berkembang secara koronal dan periferal mengukuti rute pembuluh darah. Cabangnya memanjang ke daerah yang kaya sel, membentuk pleksus Raschkow. Pleksus mengandung baik serabut A-δ dan A-β ter-myelinasi (2-5 µm). Di sekitar tingkat daerah yang kaya sel, serabut ter-myelinasi melepas sarung myelinnya. Di daerah bebas-sel, serabut ter-myelinasi membentuk jaringan kaya serabut saraf yang merupakan reseptor khusus nyeri. Dari sini, terminal saraf bebas dapat masuk ke lapisan odontoblastik, dan menembus ke daerah predentin atau dentin bagian dalam setelah proses sel odontoblastik, tetapi tidak setiap tubuli dentinal akan mengandung ujung saraf. Saraf ter-myelinasi tidak mencapi perkembangan maksimalnya dan masuk ke pulpa hingga gigi terbentuk sempurna. Hal ini menjelaskan mengapa gigi muda lebih sensitif daripada gigi dewasa. Percabangan akson saraf telah diteliti tidak hanya dalam pulpa tetapi juga terjadi dalam bagian periapikal dimana akson ini dapat bercabang untuk meyuplai pulpa  gigi yang bersebelahan sebelum masuk ke pulpa.
            Telah didalilkan bahwa serabut A-δ dan A-β menghasilkan nyeri awal yang tajam dan cepat sebagai respon terhadap stimuli eksternal tanpa adanya luka jaringan karena lokasi periferalnya, ambang batas rendah dari excitability dan konduksi yang cepat. Di sisilain, serabut C yang lebih kecil menyebabkan nyeri yang lambat, tumpul dan seperti memanjat terhadap kerusakan jaringan pulpa dan proses inflamatori karena ambang batas excitability yang lebih tinggi dan konduksi yang lambat. Hampir semua serabut A-δ terletak di bagian koronal pulpa, dengan kepadatan saraf terbesar di tanduk/horn pulpa. Sebaliknya serabut C terletak di tepat pulpa, memanjang hingga area yang kaya-sel.
            Pulp biasanya merespon terhadap berbagai macam stimuli sebagai satu sensasi, yaitu nyeri. Meskipun demikian, mekanisme tepat yang mengirim stimuli melalui dentin untuk menginisiasi nyeri masih belum diketahui.
            Beberapa hipotesis mengenai pengiriman nyeri gigi telah diajukan, termasuk mekanisme hidrodinamik, transduksi odontoblastik, dan inervasi dentin.
            Dari semua hipotesis ini, teori hidrodinamik adalah yang paling terkenal. Ujung saraf bebas pada perifer pulpa sangat sensitif terhadap perubahan tekanan tiba-tiba dan pergerakan cairan. Dentin mengandung ribuan tubuli seperti-kapiler yang diisi dengan cairan dentin semacam air. Stimulus semacam dingin atau tekanan air akan mengekstrak cairan tubular dari permukaan luarnya dan mengakibatkan aliran keluar, sementara stimuli lainnya seperti panas atau tekanan mengunyah atau lepasnya tambalan, akan mengarahkan cairan tubular ke dalam pulpa. Gerakan cairan yang cepat ini, baik keluar atau kedalam, mendesak deformasi mekanik secara langsung pada serabut A-δ ambang batas rendah dalam tubuli atau dalam jaringan pulpa subjacent. Pergerakan cairan juga dapat menyebabkan pergerakan odontoblas, yang nantinya mengubah serabut saraf dalam hubungannya dengan prosesnya atau tubuh sel. Membran sel yang berubah meningkatkan permeabilitasnya terhadap ion Na+. Gerakan ke dalam yang cepat dari sodium men-depolarisasi membran serabut A-δ, dan aksi yang potensial (impuls nyeri) dimulai.
            Teori inervasi dentin mendalilkan bahwa ujung-ujung saraf memasuki dentin dan memanjang ke perbatasan dentino-enamel. Stimulasi mekanik secara langsung saraf-safat ini akan mengawali aksi potensial. Saraf bebas ditunjukkan masuk ke dalam dentin, tetapi terbatas pada sepertiga dentin bagian dalam. Selain itu, nyeri yang menghasilkan substansi seperti kegagalan bradykinin  untuk mempengaruhi nyeri saat diaplikasikan ke dentin, dan merendam dentin dengan larutan anesthetik lokal tidak akan mencegah rasa nyeri.
            Teori transduksi menyatakan bahwa odontoblas dapat mentransduksi stimulus mekanik dan mentransfer sinyal tersebut ke terminal saraf hampir berlawanan. Odontoblas berasal dari puncak/crest saraf dan proses selularnya memanjang hingga tubuli dentinal yang memanjang ke sambungan dentino-enamel. Odontoblas berkomunikasi satu dengan lainnya melalui sambungan gap/pemisah, dan berhubungan erat dengan terminal saraf. Meskipun demikian, odontoblas merupakan sel pembentuk matriks dan maka dari itu odontoblas tidak dianggap sebagai sel yang dapat dirangsang/exitable, dan tidak ada sinapsis yang terdapat diantara odontoblas dan terminal saraf. Oleh karena itu, odontoblas tidak mempunyai carea untuk transmisi kimiawi.
            Nyeri gigi juga dimodulasi dan dipengaruhi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di dalam tubuh. Nyeri ini merupakan pengalaman yang bersifat subjektif dan perpanjangannya bergantung pada fenomena psikologis. Mekanisme yang tepat dari transmisi rasa nyeri dan jalur spesifiknya ke pusat yang lebih tinggi belum sepenuhnya dipahami. Teori gate control telah diajukan, tetapi masih bersifat spekulatif. Teori ini menyatakan bahwa terdapat mekanisme seperti pintu masuk/gating dalam gelatinosa substantia urat saraf tulang belakang/spinal cord dan brainstem dimana serabut saraf periferal dan pengaruh pusat menurunnya menggunakan efek mereka dalam pengalaman rasa nyeri. Berdasarkan tingkat aktivitas dalam serabut saraf afferent dengan diameter besar dan kecil, mekanisme gating menghalangi dan memfasilitasi transimisi impuls: serabut diameter besar diaktivkan oleh stimuli tidak berbahaya dan menutup gate, sementara serabut diameter kecil diaktivkan oleh stimuli berbahaya dan membuka gate. Mekanisme control menurun dari pusat saraf sentral yang lebih tinggi, seperti proses kognitif, motivasional dan afektif, dan juga memodulasi gate. Jalur nyeri yang naik, jalur diskriminatif-sensoris,  memungkinkan lokalisasi rasa nyeri dan jalur informasi retikulum berurusan dengan aspek nyeri yang bersifat emosional, tidak menyenangkan, dan menentang.


Saraf simpatis
            Kontrol vaskular adrenergik simpatis dalam pulpa gigi. Mediator-mediator yang saat ini diketahui adalah moradrenalin dan neuropeptida Y. Serabut saraf simpatis berasal dari ganglion simpatis servikal, dan setelah bergabung dengan saraf trigeminal sebagai ganglionnya. Sebagian besar dari serabut saraf ini mengikuti alur saraf sensoris ke gigi, atau mungkin juga melakukan “perjalanan” melalui pembuluh darah. Vasokonstriksi simpatis biasanya diaktifkan oleh stimuli stress dan oleh stimuli yang menyakitkan yang diarahkan pada hampir semua bagian tubuh. Vasokonstriksi simpatis dapat memodulasi excitability saraf sensoris. Dalam pulpa yang bersangkutan, vasokonstriksi dilemahkan. Vasodilasi sensoris lokal menjadi dominan, sehingga dapat mendukung perkembangan inflamasi pulpa.
           
Inflamasi Neurogenik
            Aktivasi saraf sensoris di pulpa (baik oleh stimulasi elektrik saraf alveolar inferior atau secara langsung pada mahkota gigi) mempengaruhi peningkatan aliran darah yang berlangsung lama di pulpa dan permeabilitas vaskular yang ditingkatkan. Selanjutnya, ekscitasi serabut A-δ sepertinya mempunyai efek yang signifikan terhadap aliran darah pulpa (pulp blood flow/PBF), sementara aktivasi serabut C mengakibatkan peningkatan PBF. Proses inflamasi neurogenik dianggap telah dimediasi oleh neuripeptida yang dilepaskan dari saraf sensoris, seperti substansi P (SP) dan calcitonin-gene-related-peptides (CGRP), dan mungkin juga spesies reaktif-oksigen di daerah inflamasi. Meskipun demikian, sedikit yang diketahui mengenai hubungan antara gejala dan tingkat neuropeptida di dalam pulpa kecuali jumlah peningkatan SP dengan perkembangan karies.
Selain itu, ekspresinya lebih tinggi secara signifikan pada pulpa yang sakit dengan lesi karies yang besar dibandingkan pada pulpa asimptomatik dengan lesi karies yang berukuran serupa. Untuk melepaskan CGRP, rangsangan asam amino sudah disarankan dengan cara mengaktifkan saraf sensoris.
Neuropeptida juga mungkin memiliki beberapa peran modulatoris dalam sistem pertahanan kekebalan pulpa. Sel-sel pulpa dendritik dapat berinteraksi dengan limfosit T pada generasi sitokin, yang sampai meregulasi ekspresi dari molekul adhesi pada sel endotelial vaskular untuk memfasilitasi infiltrasi kekebalan selular. Sel-sel tersebut dapat menginduksi migrasi transendotelial dari sel-sel imunokompeten, seperti sel CD43+ pada saat inflamasi neurogenik akut.

Penyakit Pulpa
            Pulpa gigi dapat terkena berbagai iritasi yang berbahaya bagi kesehatan pulpa dan membahayakan fungsi pulpa. Bisa saja iritasi ini ditemui dalam bentuk salah satu iritasi konstan atau peristiwa tertentu yang mengganggu pasokan darah pulpa (Tabel 1). Iritasi dapat diklasifikasikan sebagai jangka pendek, jangka panjang atau karena trauma. Setiap jenis iritasi atau cedera akan memiliki efek yang berbeda pada pulpa – efek pada umumnya berupa inflamasi akut, inflamasi kronis atau nekrosis (Tabel 2). Iritasi jangka pendek biasanya akan menyebabkan inflamasi akut yang kemudian akan diikuti dengan resolusi inflamasi dan memperbaiki jaringan selama iritasi tidak bertahan atau tidak lagi muncul. Contoh umum iritasi jangka pendek adalah mengeringkan gigi berlubang saat persiapan dan cedera traumatis yang tidak kehilangan gigi sehingga pasokan darah apikal belum terganggu. Sebaliknya, iritasi jangka panjang yang tipikal adalah karies gigi, kerusakan restorasi, retak, erosi dan zat kimia yang semuanya mengakibatkan struktur gigi hilang. Jika dibiarkan cukup lama, iritasi jangka panjang akan menyebabkan inflamasi kronis pada pulpa dan pulpa nekrosis yang kemudian akan diikuti oleh infeksi ruang pulpa karena bakteri akan memiliki jalur yang bisa masuk ke gigi. Dalam situasi ini, struktur gigi yang telah hilang akan menjadi jalur masuk bagi bakteri. Trauma yang menyebabkan perpindahan (luksasi atau avulsi) pada gigi akan mengakibatkan pemutusan pembuluh darah apikal. Pembuluh darah tersebut seringkali tidak dapat menyembuhkan dan mevaskularisasikan pulpa kembali pada gigi dengan akar yang sepenuhnya berkembang. Oleh karena itu, dalam kasus ini respon pulpa terhadap luka adalah nekrosis langsung. Kemudian, pulpa nekrotik bisa terinfeksi tapi hal ini membutuhkan suatu jalur untuk masuknya bakteri seperti melalui retak atau fraktur. Retak atau fraktur mungkin terbuat dalam insiden traumatis yang sama dan menyebabkan hilang gigi sehingga infeksi tidak lazim dalam kasus ini. Tidak peduli apa penyebabnya, setelah pulpa mengalami nekrosis dan menjadi terinfeksi, dalam semua kasus seperti bakteri dalam sistem kanal akar akan mencerna dan membuang pulpa nekrotik sehingga kemudian gigi menjadi tanpa pulpa.

Bakteri
            Infeksi bakteri adalah penyebab yang paling sering ditemui pada pulpa dan penyakit periapikal. Bakteri dapat memasuki gigi melalui karies, anomali gigi (misalnya, lubang ivaginatus, lingual dalam, dan lekukan palatal), kanal lateral yang terbuka atau rusaknya seme akibat penyakit periodontal, gigi retak atau fraktur, dan kerusakan marjinal pada antarmuka restorasi gigi. Infeksi bakteri dari ruang pulpa terdiri dari campuran mikroorganisme dan sebagian besar flora anaerobik. Telah di temukan bahwa Streptococcus mutans dengan sendirinya tidak akan menyebabkan inflamasi pulpa. Meskipun beberapa jenis bakteri yang telah diidentifikasi, tidak ada hubungan yang absolut dengan tanda dan gejala klinis; dan perlu dicatat bahwa pulpa bisa mengalami inflamasi jauh sebelum bakteri fisik mencapainya. Karies superfisial dalam lubang dan celah dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Zat seperti toksin bakterial, enzim, antigen, kemotoksin, asam organik dan produk dari kerusakan jaringan dapat menyebar melalui tubulus dentin untuk menimbulkan iritasi pulpa.
Respon pulpa terhadap bakteri tergantung pada banyak faktor, seperti kecepatan masuknya bakteri dan kecepatan perkembangan karies, yang bisa lambat, cepat atau benar-benar tidak aktif (karies cenderung menjadi proses intermetin, dengan periode aktivitas cepat bergantian dengan periode keadaan tidak bergerak). Karies berlangsung cepat melalui demineralisasi email, tetapi akan berkembang lebih lambat pada demineralisasi dan dentin organik. Pada gigi muda, bakteri dapat menyebabkan kematian awal odontoblasts, dan tubulus dentin tersebut tanpa proses sel odontoblasts menjadi saluran mati. Saluran ini sangat permeabel, dan karena itu mereka adalah ancaman potensial bagi integritas pulpa. Untungnya, pulpa yang sehat merespon dengan mendeposisi lapisan dentin reparatif di atas permukaan pulpa, sehingga membentenginya. Respon pulpa juga terkait dengan ketebalan dan derajat klasifikasi dari dentin yang tersisa, karena permeabilitas dentin dapat dikurangi dengan sklerosis dentin dan pembentukan dentin reparatif. Jika jarak karies dan pulpa adalah 1.1mm atau lebih, mungkin inflamasi pulpa dapat diabaikan. Ketika karies mencapai 0.5 mm pada pulpa, ada peningkatan yang signifikan dalam tingkat inflamasi, tetapi pulpa menjadi inflamasi akut hanya ketika dentin reparatif diinvasi oleh iritasi seperti bakteri atau toksinnya.
Masuknya bakteri melalui kantong periodontal cenderung labih kecil menyebabkan inflamasi pulpa kecuali foramine apikal utama terlibat dalam kantong yang berisi plak bakteri.

Trauma
            Trauma dari kecelakaan atau bruksisme dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Fraktur mahkota gigi dapat memberikan jalur untuk invasi mikroba yang dapat menyebabkan nekrosis pulpa dan infeksi pada sistem kanal akar. Fraktur akar mempengaruhi pulpa secara berbeda karena mereka dapat mengganggu pasokan pulpa vaskular di dalam bagian gigi yang koronal ke baris fraktur dan ini dapat menyebabkan nekrosis pada p[ulpa dalam segmen gigi. Namun, tingkat kelangsungan hidup pada pulpa mengikuti fraktur akar adalah tingi dan pulpa dapat mengawali pembentukan seperti kalus penyembuhan pada situs fraktur, terutama pada gigi dewasa. Dampak trauma dapat menghentikan pembuluh darah pada puncak gigi dan menyebabkan gangguan sementara pada aliran darah, mengakibatkan stasis vaskular dengan perkembangan selanjutnya pada hipoksia dan iskemia. Namun, gigi muda dengan foramen apikal yang lebar dapat pulih dengan membentuk kembali aliran darah. Dampak yang parah (seperti intrusi) dapat merusak pembuluh pulpa pada foramen apikal dan menyebabkan nekrosis pulpa. Tetapi, bergantung pada parahnya pengaruh usia pasien dan status kesehatan pulpa sebelumnya, revaskularisasi dapat terjadi, terutama pada gigi dewasa. Hal ini biasanya mengakibatkan pengapuran kanal akar dalam jangka panjang tapi terkadang resorpsi internal telah diamati.
            Trauma dari oklusi dapat berperan dalam inisiasi dan perkembangan inflamasi pulpa, namun perubahan inflamasi cenderung bersifat sementara.

Faktor iatrogenik
            Secara paradoks, perawatan gigi merupakan salah satu hal dapat membuat kerusakan pada pulpa gigi. Preparasi kavitas adalah penyebab umum inflamasi pulpa. Pemotongan dengan kecepatan tinggi lebih baik dibangkan dengan kecepatan rendah bahkan ketika pendingin udara atau air digunakan tetapi beberapa tingkat iritasi pulpa tetap akan muncul. Panas, kedalaman pemotongan (0.5mm pada pulpa) dan dehidrasi menyebabkan kerusakan pada pulpa. Insersi pin dapat memecahkan dentin dan mempengaruhi gigi terhadap infeksi bakteri. Restorasi besar dapat menyebabkan keretakan pada gigi ketika berada di bawah beban. Tekanan dari mengkondensasi bahan restorasi dapat mengintensifkan respon pulpa yang disebabkan oleh prosedur pemotongan. Mengetsa asam, prosedur umum dalam kedokteran gigi adhesif, menghilangkan lapisan smear dan ini memungkinkan bakteri untuk memasuki tubulus dentin. Gerakan ortodentik, kuretase periodontal, dan manipulasi prostodontik juga dapat menyebabkan inflamasi pulpa. Prosedur medis, seperti rinoplasti, dapat merusak pulpa yang berdekatan dengan area bedah atau dapat mengganggu suplai darah ke pulpa. Teknik bedah Caldwell-Luc, yang melibatkan eliminasi lapisan antrum rahang atas, dapat juga menyebabkan inflamasi pulpa, nekrosis, atau anestesi.

Kimia
            Sebagian besar bahan restoratif saat ini relatif inert. Namun, biasanya bakteri menembus margin restorasi yang menyebabkan inflamasi pulpa, bukan bahan kimia itu sendiri.

Lain-lain
            Pulpa berusia! Dengan usia, saraf dan suplai darah ke pulpa cenderung menurun, dan pulpa menjadi lebih berserat dan kurang selular. Akibatnya, pulpa menjadi kurang lengkap untuk melancarkan reaksi defensif terhadap cedera. Namun, permeabilitas dentin berkurang bersama dengan usia sebagai akibat dari pengurangan progresif dengan diameter pipa dan peningkatan dalam pembentukan dentin peritubular. Ini memberikan lingkungan yang lebih protekif bagi pulpa.
            Pulpa gigi biasanya tetap memiliki dinding yang terdiri dari lapisan dentin dan predentin sampai akhir dalam proses penyakit resorpsi invasif eksternal. Invasi sekunder mikroorganisme kedalam pulpa akan menimbulkan inflamasi pulpa ketika beberapa dentin sudah banyak dihancurkan.
            Beberapa penyakit sistemik memiliki anomali gigi. Dalam hipofosfatemia turun-menurun, ukuran tanduk pulpa cenderung meningkat dan dentin lebih rentan terhadap masuknya bakteri. Pasien dengan anemia sel sabit cenderung lebih sering sakit gigi yang mungkin disebabkan oleh aliran darah abnormal ke pulpa.

Patogenesis
            Cedera ringan dan sedang pada prosesus sel odontoblasts bisa menghasilkan sklerosis tubular dan dentin reparatif, tapi iritasi lama atau parah dapat menyebabkan kematian odontoblasts dan inisiasi dari suatu respon inflamasi. Dinamika inflamasi pulpa tidak berbeda dengan inflamasi pada jaringan periapikal yang lain. Tergantung pada parahnya dan durasi iritasi, rentang respon pulpa dari pulpitis reversibel ireversibel, lalu nekrosis parsial yang mengarah ke nekrosis total. Hal ini dapat terjadi tanpa rasa sakit. Pulpa gigi juga dapat merespon iritasi dengan berbagai perubahan degeneratif termasuk fibrosis dan klasifikasi.

Inflamasi
            Sel inflamasi awal menyusup terutama yang terdiri dari limfosit, sel plasma, dan makrofag. Berbagai mediator non-spesifik dari inflamasi seperti histamin, bradikinin, serotonin, interleukin (IL) dan metabolit asam arakhidonat dilepaskan sebagai respon terhadap invasi bakteri dan luka jaringan. Selain itu banyak neuropeptida, misalnya, substansi P (SP) dan gen kalsitonin yang terkain peptida (CGRP), juga terlibat dan dapat berinteraksi dengan mediator yang dihasilkan selama inflamasi.
            Sel produksi IL-1 dan IL-2 terletak dalam stroma jaringan konektif ada pulpa. Sel mast, yang merupakan sumber utama histamin, ditemukan dalam pulpa yang mengalami inflamasi. Peningkatan empat kali lipat dapat dilihat pada level pulpa histamin dalam waktu 30 menit dari cedera termal, memberi kesan bahwa histamin dapat memainkan peran dalam tahap awal inflamasi pulpa. Agregasi platelet dalam pembuluh melepaskan serotonin, yang bersama dengan mediator inflamasi lainnya meyebabkan suatu keadaan hiperalgesia pada nosiseptor pulpa. Plasma atau jaringan kallikreins menyentuh kinogen menyebabkan produksi bradikinin dan kinin lainnya untuk menghasilkan banyak tanda dan gejala inflamasi. Fosfolipase A2 menyebabkan pelepasan asam arakidonat dari membran sel, menghasilkan pembentukan prostaglandin, tromboksan, dan leukotrin.

Sistem ketahanan kekebalan tubuh
            Selain reaksi inflamasi non-spesifik, respon imunologis juga dapat memulai dan melestarikan penyakit pulpa. Sudah dilaporkan bahwa pasien dengan imunodefisiensi gabungan turun-menurun, karies yang mendalam hanya menghasilkan inflamasi ringan dan kerusakan yang relatif sedikit dari pulpa meskipun adanya sejumlah besar bakteri. Dalam inflamasi ringan sampai moderat, Imunitas diperantai sel dominan. Dalam inflamasi yang parah, munculnya sel B dan sel plasma menunjukkan produksi antibodi lokal, maka dominasi imunitas humoral. IgG spesifik telah ditemukan pada pulpa dengan karies yang mendalam. Zat bakteri dapat memicu sistem pelengkap melalui kompleks antigen dan antibodi, yang menjadi kemotaktik untuk leukosit polimorfonuklear. Ada perbedaan jelas antara limfosit T-helper dan T-supresor pada pulpitis reversibel dan ireversibel. Sel T-supresos predominan mampu menekan proses inflamasi dan membalikkan kondisi pulpa.

Odontoblasts
            Sebagaimana disebutkan di atas, tanda awal inflamasi pulpa adalah gangguan pada lapisan odontoblastik. Bahkan sebelum munculnya perubahan inflamasi pada pulpa, ada pengurangan secara keseluruhan dalam jumlah dan ukuran tubuh sel odontoblasts. Nukleus sel bisa diaspirasikan ke dalam tubulus dentinkarena arus keluar cairan tubular, atau mungkin sel ireversibel rusak yang menyebabkan pelepasan faktor cedera jaringan yang mempengaruhi odontoblasts sekitarnya dan jaringan konektif yang mendasarinya. Sel dapat mengalami vakualisasi, degenerasi ballooning mitokondria, dan pengurangan pada jumlah dan ukuran retikulum edoplasma. Namun, masih belum diketahui apakah odontoblasts mati karena apoptosis atau nekrosis.

Laju penyakit
            Dua komponen yang penting pada inflamasi pulpa adalah mikrosirkulasi dan kegiatan saraf sensoris. Luka pada pulpa dapat mengaktifkan saraf sensoris intradental untuk melepaskan neuropeptida, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan dari hemodinamik mikrosirkulatori.
Respon saraf sensoris terhadap rangsangan tergantung pada tingkat keparahan cedera pulpa dan tahap inflamasi. Dalam beberapa menit pertama cedera, kerusakan dan gangguan serabut saraf pada dentin yang terluka dan pulpa terjadi, diikuti oleh hipersensivitas dari serat saraf yang masih hidup dan pelepasan neuropeptida ke pulpa. Mediator inflamasi, seperti bradikinin dan prostaglandin E2, juga dapat membangkitkan neurosekresi CGRP.
Neuropeptida ini menyebabkan vasoladitasi dan permeabilitas pembuluh darah meningkat, maka terjadi inflamasi neurogenik. Jaringan tersebut menjadi edema sebagai akibat filtrasi protein serum dan cairan dari pembuluh. Dalam lingkungan rendah pulpa, peningkatan baik volume cairan interstisial dan volume darah menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, yang pada gilirannya menyebabkan kompresi dari venula berdinding tipis, mengakibatkan penurunan aliran darah dan peningkatan hambatan aliran di venula. Aliran stasis menyebabkan agregasi sel darah merah dan peningkatan viskositas darah. Itu juga memproduksi jaringan hipoksia atau iskemia, yang menekan metabolisme seluler di daerah yang terkena pulpa. Hal ini menyebabkan nekrosis jaringan. Peningkatan karbondioksida dan penurunan tingkat pH mengubah lingkungan mikro lokal, dan dapat menyebabkan vasodilatasi di daerah yang berdekatan dan penyebaran inflamasi bertahap.
Namun, harus diingat bahwa pulpa mampu melokalisasi inflamasi dan jaringan yang berdekatan kepada lesi inflamasi yang mungkin benar-benar normal. Jika penyembuhan menguntungkan, peningkatan tekanan jaringan dapat membuka pembuluh shunt dan yang kemudian mengarahkan darah sebekum mencapai daerah yang dikenai inflamasi pada pulpa. Hal ini mencegah peningkatan lebih lanjut dalam aliran darah dan tekanan jaringan. Selain itu peningkatan tekanan jaringan dapat melakukan peningkatan aliran getah bening dan penyerapan cairan ke kapiler di sekitar jaringan yang tidak dikenai inflamasi. Semua faktor-faktor ini akan mengangkut cairan jauh dari bagian yang terinfeksi dan keluar dari gigi yang konsekuensinya akan menurunkan tekanan jaringan. Selanjutnya, peningkatan tekanan jaringan akan mendorong aliran keluar cairan melalui tubulus dentin yang terbuka dan dengan demikian mambantu melindungi pulpa terhadap masuknya zat berbahaya.
Percabangan (sprouting) pada terminal sensoris dan upregulation dari neuropeptida juga dapat terjadi. Akan diperkirakan bahwa saraf-saraf berpartisipasi dalam proses inflamasi oleh peningkatan pelepasan neuropeptida. Faktor pertumbuhan saraf yang dihasilkan oleh fibroblas pulpa dapat memediasi reaksi sprouting syaraf.
Jika iritasi dihilangkan atau menjadi tidak aktif, granulasi jaringan menjadi dominan karena menggantikan inflamasi dan saraf tumbuh mereda ketika dentin reparatif menutupi daerah luka. Ada proliferasi pembuluh darah kecil dan fibroblas bersama dengan pengendapan serat kolagen.
Sebagai alternatif, jika iritasi mengungguli kemampuan pertahanan pulpa, aliran darah ke daerah tersebut berhenti dan jaringan nekrosis mengalami luka. Neutrofil di daerah tersebut merosot dan pelepasan enzim intraseluler lisosomal untuk mencerna jaringan sekitarnya, membentuk jaringan nekrotik. Mikrosirkulasi pulpa juga dapat terpengaruh luka kecelakaan atau kejadian yang menyebabkan gangguan jangka panjang pada suplai darah ke pulpa.
Sebagaimana waktu berjalan, jaringan pulpa nekrotik akan terinfeksi oleh mikroorganisme oral yang melakukan penetrasi ke dalam sistem saluran akar melalui karies, retak atau kerusakan marjinal restorasi. Mikroba akan bermigrasi secara apikal melalui akar gigi dan mencerna jaringan pulpa yang membuat gigi tanpa pulpa.
Trombus dalam pembuluh darah pulpa dan selubung kolagen di sekitar dinding pembuluh dapat menjadi nidi untuk mineralisasi, menghasilkan klasifikasi pulpa. Klasifikasi kanal pulpa adalah mekanisme pelindung terhadap trauma, atau rangsangan terus-menerus lainnya (seperti karies). Ini mungkin juga merupakan respon fisiologis normal terhadap penuaan dan predisposisi genetik mungkin memainkan peran.
Selama masa transisi dari pulpitis ke nekrosis pulpa, inflamasi di pulpa dap[at mengubahnya menjadi jaringan inflamasi vascularized dan bisa menginisiasi resorpsi dari jaringan keras yang berdekatan dengan pembentukan dan aktivasi dentinoklasts. Sel-sel ini diyakini berasal dari sel jaringan konektif cadangan yang tidak dibedakan dalam stroma pulpa atau mungkin direkrut dari darah dalam sirkulasi umum. Sel-sel ini bergabung untuk membentuk sel yang mengalami multinuklear klastik yang menisap dinding dentin, bergerak maju melalui dentin dari dinding saluran akar menuju pinggiran sampai perforasi akar terjadi.

Rasa sakit
            Rasa sakit akan muncul ketika jaringan rusak atau inflamasi terjadi, bukan setelah kerusakan selesai. Mediator inflamasi menurunkan batas saraf sensoris. Tekanan peningkatan bekerja langsung pada reseptor saraf sensoris. Peningkatan aliran darah menyebabkan eksitasi pulpa dari kedua serat A-d dan C melalui peningkatan tekanan jaringan, sedangkan pengularan aliran darah memiliki efek penghambatan pada serat A-d keran hipoksia, tetapi tidak ada efek yang jelas terhadap aktivitas serat C. Sebagai akibatnya, gerbang tetap terbuka dan rangsangan yang tidak berbahaya terhadap pulpa normal (seperti panas dan dingin) memicu respon yang lebih menyakitkan karena aktivitas serat kecil (serat unmyelinated C).
            Selama inflamasi neurogenik, ekspresi saluran sodium bergeser dari tetrodotoksin-sensitif (TTXs) ke tetrodotoksin-resistan (TTXr), mengarah pada hiperalgesia serat C. Saluran sodium TTXr ini relatif tahan terhadap anestesi lokal dibandingkan dengan saluran TTXs. Dalam situasi ini, bupivikaine mungkin merupakan anestesi pilihan karena ditemukan menjadi lebih kuat dibandingkan lidokain dalam memblokir saluran TTXr.

Kesimpulan
            Pulpa gigi adalah jaringan unik dan penting dalam prognosis jangka panjang gigi yang sering diabaikan oleh klinisi. Saat mengejar kesempurnaan teknis pada endodontik, penting bahwa klinisi memiliki kesadaran dan pemahaman tentang fitur fisiologis dan patologis pulpa gigi serta konsekuensi biologis dari intervensi pengobatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar